Bjorka Kembali Beraksi! Setelah Retas Data Polri, Kini Klaim 128 Juta Data SIM Card Bocor
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
Jakarta – Dunia digital Indonesia kembali diguncang. Nama Bjorka, sosok misterius yang dikenal sebagai peretas paling populer di Indonesia, muncul lagi dengan klaim mengejutkan. Setelah sebelumnya dikaitkan dengan kebocoran data Polri, kini ia mengaku memiliki 128.293.821 data registrasi kartu SIM warga Indonesia.
Dalam unggahan di forum gelap, Bjorka memamerkan tangkapan layar berisi file berformat .SQL yang disebut memuat NIK, nomor telepon, operator, dan tanggal registrasi.
Kabar ini sontak membuat publik geger dan kembali mempertanyakan keamanan data pribadi di tanah air.
Sebelumnya: Bjorka Retas Data Polri
Beberapa waktu lalu, Bjorka telah lebih dulu menyerang sistem Polri dan membocorkan data internal milik personel kepolisian.
Aksi itu dilakukan setelah muncul akun yang disebut “Bjorka palsu.”
Sebagai bentuk pembuktian, Bjorka yang asli meretas data sensitif milik aparat penegak hukum, termasuk nama, pangkat, NRP, dan kontak pribadi.
Insiden tersebut memicu investigasi besar oleh Mabes Polri dan Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN).
Namun hingga kini, belum ada pernyataan resmi mengenai bagaimana data tersebut bisa bocor, serta dari sistem mana kebocoran terjadi.
Kasus itu seolah menjadi peringatan awal sebelum terjadinya kebocoran data yang lebih besar, seperti pada kasus SIM Card ini.
128 Juta Data SIM Card Diduga Bocor
Beberapa pekan setelah peretasan data Polri, Bjorka kembali menebar teror digital.
Ia mengaku telah mengumpulkan lebih dari 128 juta data registrasi kartu SIM dari seluruh Indonesia.
File yang diunggah diklaim berisi data yang sangat sensitif:
- Nomor Induk Kependudukan (NIK)
- Nomor telepon pengguna
- Operator penyedia layanan
- Tanggal registrasi kartu
- Nomor seri SIM Card
Jika benar, maka hampir seluruh pengguna ponsel di Indonesia berpotensi terdampak.
Bjorka bahkan menulis bahwa data tersebut “tersedia untuk siapa pun yang berani membayar mahal.”
Respons Publik dan Pakar Keamanan Siber
Lembaga CISSReC (Communication & Information System Security Research Center) menilai kasus ini sangat serius.
Data registrasi SIM bersifat highly personal, karena NIK dan nomor ponsel sering digunakan untuk login dan verifikasi berbagai layanan digital.
Menurut pakar, kebocoran semacam ini bisa menyebabkan phishing, penipuan berbasis OTP, dan pencurian identitas digital.
Jika pelaku kejahatan memegang kombinasi NIK dan nomor telepon, mereka dapat menembus sistem keamanan berbasis SMS yang digunakan oleh bank dan aplikasi publik.
Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) sendiri belum memberikan konfirmasi resmi atas klaim tersebut.
Operator telekomunikasi pun masih memeriksa apakah data yang dimaksud benar berasal dari sistem mereka.
Jejak Bjorka di Dunia Siber
Nama Bjorka bukan baru kali ini terdengar.
Sejak 2022, ia beberapa kali mengaku membobol database besar di Indonesia, di antaranya:
1. Data Registrasi SIM (2022) – 1,3 miliar data diduga bocor.
2. Data KPU dan MyPertamina – Sempat viral di forum gelap.
3. Data Polri (2025) – Kebocoran data internal aparat.
4. Data SIM Card (2025) – 128 juta data pribadi terbaru.
Pola ini menunjukkan bahwa infrastruktur keamanan siber nasional belum solid.
Setiap tahun muncul kasus baru, dan sebagian besar tidak ditindaklanjuti secara transparan kepada publik.
Dampak Kebocoran Data
Kebocoran data SIM Card bukan sekadar insiden digital, tetapi ancaman terhadap privasi warga.
Berikut tiga dampak utamanya:
1. Penyalahgunaan Identitas.
Data NIK dan nomor telepon bisa dipakai untuk mendaftar pinjaman online atau membuat akun palsu.
2. Penipuan OTP dan Phishing.
Dengan nomor dan identitas korban, pelaku mudah menipu lewat SMS atau WhatsApp.
3. Perdagangan Data di Dark Web.
Data pribadi dijual dan dipakai untuk kejahatan siber lintas negara.
Kondisi ini membuktikan bahwa data pribadi adalah aset berharga yang perlu dijaga sebaik mungkin.
Mengapa Indonesia Rentan Diretas
Pakar menilai ada empat penyebab utama lemahnya keamanan siber nasional:
Sistem penyimpanan data yang terfragmentasi dan tidak terenkripsi secara penuh.
- Kurangnya tenaga ahli keamanan digital di lembaga publik.
- Minimnya audit keamanan rutin dan standar internasional.
- Lemahnya kesadaran masyarakat terhadap privasi digital.
Padahal, sejak 2022 Indonesia sudah memiliki UU Nomor 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP).
Namun implementasi dan penegakannya masih jauh dari ideal.
Langkah Pencegahan untuk Masyarakat
Sebagai pengguna layanan digital, kita tidak boleh pasif.
Berikut langkah yang bisa dilakukan agar tidak menjadi korban:
1. Gunakan verifikasi dua langkah (2FA) berbasis aplikasi, bukan SMS.
2. Jangan bagikan kode OTP ke siapa pun.
3. Gunakan password unik dan ubah secara berkala.
4. Aktifkan PIN tambahan pada akun operator seluler.
5. Waspadai link dan pesan mencurigakan.
6. Jangan unggah foto KTP atau KK di media sosial.
Langkah sederhana ini bisa mengurangi risiko penyalahgunaan data pribadi secara signifikan.
Kebutuhan Mendesak: Reformasi Keamanan Siber
Kasus Bjorka ini seharusnya menjadi titik balik bagi pemerintah untuk memperkuat perlindungan data warga.
Beberapa langkah penting perlu dilakukan segera:
- Membentuk pusat keamanan siber nasional yang kuat dan terkoordinasi.
- Mewajibkan audit keamanan untuk semua lembaga pengelola data.
- Menetapkan sanksi tegas terhadap kelalaian pengelolaan data publik.
- Mendorong edukasi literasi digital bagi masyarakat.
Keamanan data bukan hanya tanggung jawab pemerintah, tetapi tanggung jawab kolektif seluruh elemen bangsa.
Antara Hacker dan Peringatan Digital
Apapun motif Bjorka apakah untuk unjuk kemampuan, protes sosial, atau sindiran terhadap lemahnya sistem pesannya jelas: data warga Indonesia tidak aman.
Dari peretasan data Polri hingga SIM Card, pola yang muncul selalu sama: sistem digital kita masih memiliki banyak celah.
Keamanan data bukan hanya soal teknologi, tetapi soal kedaulatan nasional dan kepercayaan publik.
Sekali data bocor, nilainya bisa dimanipulasi, dijual, dan dimanfaatkan tanpa batas.
Kasus Bjorka adalah cermin bahwa Indonesia masih berada dalam masa “belajar” menghadapi dunia digital yang kompleks.
Data pribadi sudah menjadi “emas baru” di era modern.
Kita harus sadar bahwa melindungi data berarti melindungi identitas, reputasi, dan keamanan masa depan.
Kini, yang dibutuhkan bukan sekadar reaksi sesaat, tapi perubahan sistemik dan budaya keamanan digital yang nyata.
Karena di era digital, yang paling berharga bukan sekadar harta — tetapi data.
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
